Senin, 28 Agustus 2017

Age is Just a Number...

Age is just a number..

Adulthood do not exist...

Grown up is just a myth..

At least, itu yang gue bilang ke temen gue. Bagian grown up itu mitos :P

Biasanya, setiap ultah, gue akan ramai sendiri. Di FB bikin giveaway, di blog buku bikin giveaway, di Twitter bikin giveaway, dll. Tahun ini? Nope, sepi. Gue emang hiatus di blog buku dan mungkin kalau nanti moodnya sudah balik untuk ngereview lagi, mungkin akan ada GA. Untuk kali ini, gue ingin menikmati ultah gue yang jatuh di  hari Sabtu kemaren dalam keadaan yang cukup..sepi.

People told that age is just a number. Walau gue selalu bercanda kalau umur gue itu "always sweet seventeen" kalau orang nanya, gue mau ga mau nelen ludah juga kalau inget umur udah mencapai kepala 3. Yep..I'm thirty now. Time sure do flies fast. Too fast, atau gue aja yang menganggap itu cepet. Gue ga bisa bilang lagi, "oy, gue masih 20an" (walau umurnya udah 29, lol). Gue mesti siap - siap dengan pertanyaan "jadi, di usia the so called 30, pencapaian loe apa aja?". Gue keinget emak gue. Ngebatin, seumuran gue dulu, emak udah punya anak dua, gue ma adik gue  -adik bungsu gue baru lahir dua tahun kemudian-, jadi ibu rumah tangga, ngerelain impiannya jadi PNS, dll. Gue pas itu udah umur 7 tahun, dah kelas 2 SD. Fast forward 23 tahun kemudian, gue ada di posisi emak gue. 

Our age are the same, yet, our milestones are so different. Gue udah nikah empat tahun, gue kerja, punya penghasilan lumayan pertahun. The downside just... I don't have kids yet, sementara orang kantor udah beranak dua (atau tiga, atau empat), padahal nikahnya barengan. I still dwell in my apartment, masih bingung mau cari rumah dimana. Galau masalah karier, gaji gue dipotong semena - mena, tapi gue mau nyari kerja baru juga bingung. It's like..di umur angka keramat ini, gue kayak berada di persimpangan jalan yang gue ga tahu mau kemana arah gue. Gue pernah ngelihat postingan si Fahd Padepie, dan walau doski cuma setahun lebih tua dari gue, pencapaian doski luar biasa. 

Me? What I've done?

Guess what? Fuck number!

Yep, age is just a number. Gue mestinya ga usah bandingin pencapaian hidup gue ma, entah itu emak gue, teman - teman di kantor gue, Fahd Pahdepie (ini kenapa harus doski sih gue bandinginnya, lol!). Karena gue sadar, seperti proyek - proyek yang sering gue tanganin, MILESTONE tiap orang berbeda. Gue akan selalu mengingat artikel dari Koh Edward Suhadi yang judulnya "Kita Tidak Akan Pernah Sampai", karena...mau gimanapun, hidup ga akan selesai hanya kalau kita udah mencapai sesuatu. Itu yang gue bilang ke suami gue yang nanya ke gue "Sayang, gimana kalau pas kita punya anak, kita ga sekuat pas masih muda?". Gue bilang "Kita pasti kuat, pasti bisa.". Karena gue tahu, hidup ga akan selesai setelah gue hamil, setelah gue punya anak, setelah gue punya rumah. My life will ended when I'm death. Simple like that. 

Pencapaian hidup gue, ya gue yang akan apresiasi, bukan orang laen yang nentuin buat gue. Gue saat ini ga bisa kuliah jurusan sejarah atau mitologi karena kondisi yang ga kondusif, but who knows maybe in some years I will? Mungkin suatu saat gue bisa nulis buku sendiri? I just need to keep dreaming. 

Tiba - tiba..angka 30 rasanya jadi tak menakutkan. Itu hanya angka.

See..age is just a number. Adulthood do not exist. Grown up is just a myth.

Your milestones may vary, and even you can accomplished it, life doesn't end. Life goes on.

Happy 30th to me. Cheers!



Senin, 24 Juli 2017

I Tried So Hard...and In The End It Doesn't Even Matter

Merasa kenal dengan judul postingan ini? Merasa pernah denger entah dimana?

You're not wrong, itu cukilan lagu In the End oleh Linkin Park, lagu yang sempat nemenin masa - masa gue SMP dan SMA. Lagu yang awalnya catchy (well, alternative rock music can be catchy too), but the meaning is so deep.

Dunia berduka pada tanggal 21 Juli 2017, saat Chester Bennington, vokalis Linkin Park ditemukan tewas bunuh diri. Begitu banyak artikel - artikel tentang depresi dan bunuh diri berseliweran di Internet. Everywhere I look, all my online colleagues grieve so hard. Everywhere I look, they talk about depression and suicide. Dan...entah kenapa, hari itu gue pecah. Gue merasa emosional, padahal itu masih di kantor. Saat itu gue mau ada meeting penting..and what I did? Gue curhat di grup telegram, curhat kalau gue udah ga tahan sama hidup. Gue kepikiran bunuh diri. 

Kalau menurut kalian saat itu gue cuma bluffing, cuma cari perhatian....gue cuma bisa bilang...pemikiran bunuh diri gue udah lama, walau itu timbul tenggelam. Gue ga sempat ngitung, berapa banyak gue membayangkan diri gue loncat dari lantai apartemen, gantung diri, you name it.  I just...too coward to do it, but the pain didn't go away. The pain still there, gue ngerasa sakit di otak, gue pengen nangis, gue cuma bisa bengong, sementara ada suara di otak gue yang seolah bilang "you are not worthy", "you are a disappointment", "if only I never born"...

Hari itu, gue berusaha keras buat menyibukkan diri. Di meeting gue bersyukur, orang kantor bener2 nanya gue macem - macem dan gue ga kepikiran apapun. Tapi...pas gue pulang, pas gue istirahat, gue bener - bener bengong. It's like..all that voices come back to haunt me, try to drag me back into darkness. 

Puncaknya, saat suami telpon. Gue udah agak males - malesan, disamping ga mood. Gue cuma pingin tidur, tapi gue ga tega ngereject telpon suami gue. Satu kalimat dari suami bikin gue meledak saat itu juga. Gue nangis parah, semua air mata yang gue tahan - tahan, rasa sesak yang gue pendam, semua keluar. Gue bilang ke suami..

Gue udah ga sholat berminggu - minggu. I even stop praying. 

Gue ga yakin gue Islam apa bukan, mengingat suami gue religius af, dan jujur gue takut ngomong masalah sholat. Because, I don't want to hear him disappointed. 

Gue stress karena kerjaan gue. Gue takut kehilangan teman - teman kantor gue yang satu persatu pada resign karena kondisi kantor.

Gue ga bisa prediksi reaksi suami gue gimana, but, it's seem I didn't know him at all. Wi-fi tempat suami gue dinas bikin percakapan kami ga lancar, jadi kami saling chat via WA. Gue udah siap buat suami untuk ngehakimi gue. Bilang gue ga beriman karena ga sholat, kurang bersyukur karena mengeluh. I'm ready for our next big quarrel...I'm ready to be exhausted.

What I didn't expect, that he was once in my position too. That he understood my condition, that I stop pray because I'm so angry to the world and God. That I stop pray because I feel helpless. Gue cuma bisa diem baca chatnya...dan solusinya, untuk menulis hal - hal yang bikin gue merasa stress, sedih, kesal. 

Gue tertegun. 

Menulis. 
 
Itu hal yang selama ini gue lakukan, hanya gue nulis tentang review. For the love of me, I never did write about my feeling. Gue bukan tipe orang yang nulis "Dear diary, gue hari ini bla de bla...". Gue akuin gue tipe yang suka memendam sendiri perasaan kesel gue, dan meledak pada satu waktu. 

So..here it is..I try to write. Gue ga yakin bisa konsisten menulis, mengingat gue moody banget (blog buku aja gue anggurin, lol). But, I will try to write what's in my feeling, buat mencoba ngelepasin beban perasaan gue. And so..in the future when I read what I write...gue bisa mencoba analisis (cie bahasanya) kenapa pas itu gue tertekan.

Gimana dengan perasaan gue hari ini? Syukurlah, sedikit mendingan. Gue udah bisa ketawa, walau kalau gue diem, atau gue bengong.. those voices will come back again. Gue sadar, gue mesti ngelawan. Bukan buat orang lain, tapi bagi gue sendiri. Selain suami, gue bersyukur karena teman - teman Spankers, mau dengerin gue. Mau kasih semangat, even told me to do counseling. Gue sendiri sempat kepikiran mau ke Psikiater...but I guess I still afraid. I will though, I will. Gue cuma ingin sedikit keberanian buat konseling. Mungkin, selain nulis, dengan konseling, gue bisa ngelawan apa yang gue alamin saat ini.

Gue tahu...gue ga nyebut2 kata "gue depresi!!" sejak awal..because I'm not too sure if what I feel right now is depression too. But honestly, I don't want to succumb into it! 

Gue yang dulu...akan marah dan menyayangkan kenapa Chester bunuh diri. Gimana dengan anak - anaknya? Istrinya? Orang yang dia cintai.

Gue hari ini...I try to understand his reasons to suicide...and try to battling my own demons.

I tried so hard...and got so far
But in the end..it doesn't even matter

I have to fall..to lose it all
But in the end...it doesn't even matter.


- Jakarta, 24 Juli 2017-
Ren




Minggu, 08 November 2015

Ren's Attempt To Watch (and Enjoy) Star Wars


 Star Wars....

Siapa sih yang ngga tahu Star Wars? Bahkan gw yang sebagai penonton awam pun udah denger nih film sejak jaman SD dulu. Gw masih inget, waktu itu majalah kesukaan gw, Bobo (masih ada ngga ya :v) memuat artikel tentang Star Wars. Gw inget masa - masa saat membaca tentang Luke Skywalker, Han Solo, Leia Organa, Chewbacca, Dart Vader, C3PO dan R2D2. Sayangnya, saat Episode IV - VI diputer ulang di bioskop kota gw, Malang, gw masih imut dan ortu bukan maniak nonton film. Jadilah gw ga nonton dan langsung skip ke Episode I, The Phantom Menace yang nyeritain tentang masa kecil Anakin Skywalker dan perjalanannya menjadi Jedi. Lanjut lagi ke Episode II, Attack of the Clones, yang sama kayak Episode I gw nontonnya via VCD (hahaha, jaman masih berlaku yang namanya VCD XD). Gw masih inget, pas itu klepek - klepek sama si Hayden Christensen yang meranin Anakin. Sebodo amat dibilang aktingnya jelek, gw yang pas itu masih SMP (atau SMA yak) mana ngerti sih masalah akting bagus atau jelek. Gw tahunya aktornya ganteng atau ngga (eaa :v). Masih lanjut juga ke Revenge of the Sith, si Hayden masih ganteng, hahahaha. Endingnya cukup bikin depresi, tapi karena walau ga nonton episode IV-VI tapi gw udah tahu garis besar ceritanya, bisa nerima. Kasihan si Padme :'( .

Hebatnya, gw masih inget cerita Episode I-III padahal nontonnya sudah sangat lama. But, no, gw bukan fans Star Wars kok, mengingat gw hanya nonton sekali untuk masing - masing episode, ga kayak gw nonton Lords of The Ring yang sampe 10 kali #serius.

Nah, kayaknya gw kena hype Star Wars VII: The Force Awakens, karena entah kesambet apa malam Sabtu kemaren gw binge-watching Star Wars episode IV-VI. Yah, mumpung dapet filenya dari Mba Indah Threez yang sudah berbaik hati menyupply asupan movie - movie di harddisk untuk ditonton kala lagi suntuk. Jujur, gw asli ga tahu bagusnya Star Wars dimana (dipentung fansnya), tapi gw paham, kalau episode IV-VI yang sangat super jadoel ini emang keren dilihat di masanya. Let's we begin with Episode IV, shall we?


Karena udah keracuni Guardian of the Galaxy dan Star Trek versi baru, melihat space battle di Star Wars tentu saja CGI dan teknologinya ga bisa dibandingin. Bahkan walau sudah di-upgrade sekalipun, gw tetep bisa lihat kalau efeknya tidak mulus bahkan buat mata gw sebagai penonton awam. Secara cerita, benernya sederhana banget kok Episode IV, A New Hope ini. Dibuka dengan adegan pesawat Leia dibajak Darth Vader, terus dua droid Leia C3PO dan R2-D2 dikirim ke Tatooine dan kebetulan (atau it has been written in destiny :v) mereka ketemu Luke Skywalker. Disini Mark Hamill masih muda kinyis deh, ga ganteng, tapi kinyis, hahaha. Luke lalu ketemu Ben Kenobi yang dianggap orang gila, dan ternyata Ben ini Obi Wan Kenobi, jedi master yang dicari Leia. Tau kalau Leia butuh bantuan, Obi Wan dan Luke lalu berusaha nyari pesawat buat nyelamatin Leia. Mereka pun ketemu Han Solo, diperanin sama opa Harrison Ford pada masa jayanya XD dan sidekicknya, Chewbacca. Dengan naik Millenium Falcon mereka pergi ke Alderaan, sayangnya udah dibom aja tuh planet. Mereka lalu nyusup ke kapalnya si Vader, nyelamatin Leia, tapi sayang si Obi Wan *** *** . Luke lalu bergabung sama gerakan Resistance, bersama Han yang ogah - ogahan buat ngehancurin Death Star, kapal perangnya Darth Vader.

Episode V, The Empire Strikes Back nyeritain udah tiga tahun sejak episode IV, jadi Mark Hamill sudah tidak kinyis, tapi Opa Ford masih cakep :v. Carrie Fisher yang jadi Leia, aduh cantik sekali *_*. Disini juga bibit - bibit sexual tension antara Han Solo dan Leia udah mulai, dan duh, suka gw liatnya. Macem yang ada di romance novel yang sering gw baca XD. Nah, Luke sendiri disuruh Obi Wan buat nemuin Yoda untuk latihan jadi Jedi Master sementara Han Solo dan Leia..gw lupa mereka berdua kemana karena pas nonton nih film gw sambi ngegame :v. Yodanya lucuuuu, dan cara ngomongnya yang unik bikin ini karakter jadi sangat memorable. Nah, skip skip, sampailah di adegan favorit penonton...

Darth Vader: "Luke, I'm your father".
Luke (gelantungan di tiang): "Nooooo...."

jeng jeng jejejeng jeng jeng :P

Ngomong - ngomong adegan ini ditiru sama si Christoper Paolini di Eldest. Silakan cari dimana ya, hehe.

Di sisi lain, Han Solo ma Leia ketangkep sama Darth Vader (adegannya sih sebelum adegan fave itu) dan Han Solo dibekuin dalam carbonite. Nah ada lagi salah satu quote memorable di film ini:

Han Solo: "I love you."
Leia: "I know"

Gw jadi kepikiran, kayaknya dialog Avatar yang "I See You" "And You" itu keinspirasi quote ini deh. Yah, romantis abis ya Han sama Leia #malu, walau sok - sokan saling ga suka.

Lanjut ke Episode VI, Return of the Jedi...jujur gw biasa aja sama film ini, masih lebih sukaan Empire Strikes Back. Untuk penutup sebuah trilogy, emang menurut gw kurang "grandeur" sih. Tapi interaksi antara Luke-Leia-Han masih juara di film ini. Terutama di bagian awal saat Luke dan Leia berusaha nyelamatin Han dari Jabba the Hut. Biasanya kan...cowo yang nyelamatin cewe, ini malah Leia yang nyelamatin Han. Yah, walau endingnya Leia ketangkep si Jabba, tapi in the end, Leia juga yang ngebunuh Jabba. Leia emang putri, tapi dia juga badass dengan caranya sendiri XD. Yang bikin gw ketawa, saat adegan terakhir dimana Luke merayakan kemenangan atas Empire, ada roh Yoda, Obi Wan dan ayahnya, Anakin. Lucunya, Anakin disini Anakin versi Hayden Christensen!  Rasanya awkward banget ya XD.

Pendapat gw secara overall buat trilogi pertama Star Wars ini (dilihat dari tahun penayangan ) adalah...banyak banget dialog super cheesy dan akting yang rada aneh XD. Entahlah, gw malah ketawa - ketawa nonton para aktornya ngemeng, karena gw emang ngerasa kalau dialognya rada kaku. Masalah efek, gw ga akan banyak bahas karena emang ga adil ngebandingin sama film - film jaman sekarang. Tapi, jujur deh, emang dulu kenapa banyak yang suka Star Wars IV ya? Imho, ceritanya sangat sederhana sebenarnya, alurnya linear dan kejutannya pun tak banyak. Dibilang seru juga, tidak terlalu seru sih. Mungkin sih ya, pas jaman film ini diputer (tahun 77. Gw ya jelas direncanakan aja belum :v. Emak ma bokap gw juga belum ketemu), belum banyak film serupa, jadi berkesan banget buat penonton. Sama kayak film Jurrasic Park yang memorable itu. Cuma sayangnya Star Wars tidak memorable buat gw, karena nontonnya super telat.

Anyway, Star Wars sendiri memang memberi impact yang sangat besar pada culture pop. Film resminya memang hanya ada 6 (plus episode spesial Natal), tapi jangkauannya sangat luas. Mulai dari animasi, video game, bahkan sampai ke ranah buku. Gw sering sekali nemu buku - buku bertema Star Wars, yang nyeritain keluarga Luke, dimana dia nikah dan punya anak, plus juga keluarga Han-Leia. Karena bukunya banyak, gw jadi bingung mau mulai dari yang mana. Mengingat gw juga ga terlalu ngefans, mungkin bisa gw skip lah buku - buku ini. Saking gedenya impact Star Wars, sampai 4 Mei diperingati sebagai harinya Star Wars. May the Fourth Be With You, hehe :). Karakter - karakternya pun bolak balik masuk list - list film bergengsi, terutama Darth Vader yang dianggap sebagai best Villain. Kalau menurut gw sih, dia best karena "Luke, aku bapakmu" itu XD.

Oh ya, ada illustrasi yang lucu juga tentang itu :))



Nah, episode VII: The Force Awakens akan ditayangin ntar Desember. Gw nonton semata selain emang suka nonton, biar kekinian aja :v. Gw punya firasat nih film bakal kayak Jurrasic World, mau aktingnya gimana, ceritanya gimana, bakal banyak yang nonton karena faktor nostalgia.

Belum nonton Star Wars? Ga ada istilah terlambat sih :b. Saran gw, nontonnya IV-V-VI-I-II-III biar pengalaman nontonnya memuaskan. Mau nonton episode I dulu? Boleh- boleh aja, biar dapat sejarahnya si Anakin Skywalker, tapi jangan kagok ya pas ntar nonton episode IV karena efeknya yang super jadul!


I find your lack of faith disturbing
-Darth Vader-

Senin, 02 November 2015

Nanowrimo 2015: To Write or Not To Write

Tiap tahun di bulan November, entah itu di newsfeed Facebook gw atau temlen Twitter gw, selalu rame sama event Nanowrimo. Maklum, gini ini kalau temennya banyakan anak buku dan penulis, event yang nge-hitz bukan lu mau obralan di toko mana atau style apa yang lagi ngetrend sekarang, tapi event kepenulisan yang banyak. Gapapa, it's okay. Gw bisa hidup tanpa style mode masa kini, tapi gw ga bisa bertahan tanpa buku.

Padahal gw kan lagi reading ma blogging slump.

Abaikan.

Mungkin pada penasaran Nanowrimo itu apaan. Well, gw pernah ngebahas di blog buku gw sih, jadi bisa dicek ke artikel Festival Nanowrimo. Awalnya blog buku itu emang mau dibuat jadi semacam "diary" yang memuat perjalanan Nanowrimo gw. Eh, ujung - ujungnya gw malah gabung BBI dan Nanowrimo pun....lewat XD. Jujur aja, momen Nanowrimo bagi gw selalu ga tepat. Karena event ini dimulai November, dan buat orang kantoran kayak gw, akhir tahun itu sesibuk - sibuknya kerjaan tempat kerja. Dan bagi gw ada satu alasan super penting yaitu,  November itu masa gw deg - degan menunggu kepastian kontrak kerja gw diperpanjang atau kagak. Yah, beginilah nasib pegawai kontrak, apa - apa ngga jelas :'(. Teman gw di kantor sampe ngeledek "Rena (iya gw dipanggil Rena di kantor. OMG XD), kalau tiap bulan September - November pasti gelisah ma stress ngga karuan". 

Excuse lain? Blog buku gw ada anniversary juga di bulan November, dan BBI selalu ikutan IRF aka Festival Pembaca Indonesia di bulan Desember. Sibuk banget kan gw di November, hehehe. Itulah kenapa gw selalu gagal di Nanowrimo. Cuma nulis paling banyak 3000 - 5000 kata.

Parah ya.

Tiap ada yang share "hari ini nulis bla bla bla kata", atau "target hari ini terpenuhi", gw cuma bisa rolling eyes sampai mata terancam copot. Ya, bilang gw iri, tapi jujur gw iri sama yang bisa konsen nulis :/. Ide di kepala banyak, tapi eksekusi memble, itu mungkin yang tepat buat gw. Banyak banget adegan - adegan cerita berseliweran di otak gw, tapi mau nulis tuh, rasanya susaaah banget. Mungkin ada yang bilang "kan bisa dibagi waktunya antara kerja ma nulis". Well, my schedule is so tight! Atau itu salah satu excuse gw lagi :v. Gw pan kerja kantoran dari jam 8 sampai jam 5 sore, kadang mau nulis pun lirik kanan - lirik kiri, atau tiba - tiba aja ada kerjaan membludak. Pulang, gw udah capek. Kalau ada suami, ya waktu buat suami dong. Kalau pas suami dinas gini, gw mesti melakukan kewajiban game gw, apalagi gw leader guild hahaha XD. Plus, game gw satunya targetnya lumayan tinggi juga, gw kan ga mau diexpel soalnya >.<. Kadang pengen baca juga, jadi kapan dong nulisnya?

"Pagi, dong!"

Gw mah abis sholat subuh, tidur lagi, trus bangun jam setengah 7 abis itu ngebut mandi dan pergi ke kantor XD.

Yeah, my time management is suck -.-

Jadi, apa Nanowrimo tahun ini gw bakal gagal lagi? I don't know. Gw sih ngga mau koar - koar hari ini nulis berapa atau target per hari berapa. Kemaren ada yang share sehari nulis 50000 kata, dan gw cuma yang "oh, wow!" Ada juga yang share nulis 40000 kata langsung dan gw mikir "oh, keren dong". Gw bisa ngelihat determinasi yang menulis sih. Mungkin kalau tidak ada gangguan socmed, gw juga bisa.

Ngimpi XD.

Oh well, semua berawal dari mimpi ya. Untuk outline sih...gw ga ada. Jadi tahun ini akan jadi pantser bukan plotter (yang bingung bisa googling ini apaan). Ide udah ada di otak, alur cerita juga di otak. I know I'm not Stephen King, si raja pantser, tapi at least gw mesti mencoba menulis.

Mungkin, bisa dengan mencuri - curi waktu saat kerja #hidupmagabut

Yang ikut Nanowrimo, semangat ya. Semoga bisa mencapai target masing - masing. Kalau gw sih, bisa mencapai 10000 kata sudah alhamdulillah :P.


Kamis, 05 Juni 2014

Her Majesty Lost : Chapter 1



CHAPTER 1

Manhattan, New York, Selasa

“Rachett! Datang ke ruanganku sekarang juga!”

Rachett hanya memutar mata mendengar si boss memanggil namanya. Lagi. Untuk yang ketiga kalinya. Apa yang salah sih dengan wanita itu? Apa dia membenci Rachett hanya karena melontarkan ide yang menurut direktur bagus? Apa dia mengira Rachett sedang menjilat? Rachett bergegas menuju ke ruangan si boss, sebelum wanita itu memutuskan untuk pergi ke cubiclenya dan membuat drama di kantor.

10 menit kemudian, dia keluar dengan wajah kusut dan pandangan yang bisa membunuh siapapun. 

Sahabatnya, Leah hanya nyengir, dan menyapanya sambil berbisik "Dia marah habis - habisan?"

"Banget. Kayaknya dia lagi PMS atau apalah. Ide yang kulontarkan ke direktur bisa mempercepat proyek kita dan dia sama sekali tidak senang. Mungkin dia ingin dirinya yang melontarkan ide tersebut. Alih - alih aku yang cuma kroco. Padahal aku pemimpin tim proyek ini" Rachett mendengus dan membanting kertas yang dia ambil dari ruangan si boss.

"Yah, aku rasa dia emang tipe yang penjilat."

Rachett menoleh ke arah pria yang baru bergabung dengan obrolannya bersama Leah. Crowley Simmons, karyawan yang baru saja ditransfer ke kantor mereka dari kantor pusat 6 bulan yang lalu dan saat ini bekerja di timnya.

"Menurutmu begitu ya, Simmons? Kau bisa melihatnya dengan jelas, kan? Aku ingin sekali menonjok mukanya," Rachett tentu saja tidak sungguh - sungguh dengan ucapannya. Menonjok bossmu = masalah besar .

"Yah, kau selalu haus darah seperti biasanya, apalagi kalau menyangkut Ms Dane. Ngomong - ngomong, mau minum - minum hari ini? Kelihatannya kau butuh hiburan, Hawthorne."

Leah bersiul dan Rachett memelototi temannya yang satu itu. Orang kantor mengira Simmons naksir dia. Sejujurnya dia tidak begitu jelek.  Crowley Simmons cukup tampan, lebih dari mantan - mantannya dulu yang brengsek. Bahkan dengan kacamata tebal yang dia pakai, Rachett bisa melihat warna matanya yang tidak biasa. Begitu hitam seperti langit malam. Sama hitamnya dengan rambut pria itu. Tubuhnya tinggi tegap dan wajahnya tampak terawat untuk ukuran pria itu.

Tidak ada yang aneh dengan Simmons. Dia layaknya karyawan pria yang lain di kantor itu. Tersenyum jika disapa dan bicara hanya seperlunya. Hanya saja Rachett memang merasa bahwa Simmons cukup dekat dengannya, mungkin karena pria itu  juga kerja di samping cubiclenya - dan mereka suka jalan bareng dengan teman Rachett yang lain. Tapi, baru kali ini Simmons mengajaknya secara terang - terangnya.

"Kau tahu kita lagi sibuk kan, Simmons? Aku tidak punya waktu".

"Ayolah. Ini hanya minum - minum biasa. Leah, kau boleh ikut kalau mau. Aku yang traktir," kata Simmons.

"Ide bagus, Crow! Ayo Rachett, sudah lama kita bersenang - senang. Kita bisa berdansa dan siapa tahu aku bisa dapat cowok baru."

Rachett hanya memutar mata. Leah baru putus 3 hari yang lalu dan sekarang sudah siap mencari pengganti pacarnya. Semua mantan Rachett menuduh kalau dia terlalu workaholic, dan sudah dua tahun lebih dia putus dari mantannya yang terakhir. Tidak ada waktu untuk cinta. Tidak jika proyek yang kau impikan mendarat di pangkuanmu dan ini waktu untuk membuktikan kalau Rachett memang pantas jadi pemimpin tim proyek ini.

Lagipula, sejak kapan Leah dan Simmons mulai memanggil dengan nama depan mereka?

"Baiklah, Leah. Jam 8 malam nanti, Simmons?"

"Sempurna", jawab pria itu dengan mengedipkan mata.

Well, pria itu memang tampan, pikir Rachett. Tapi saat ini dia sedang pacaran dengan pekerjaannya.

******

"Jadiiiii... si Dane, jalang brengsek itu bilang kalau kita tidak perlu menambah budget dan harus menyelesaikan proyek ini tepat waktuuu... sementaraa... kita tidak punya banyak waktuuu.. karena si bawel itu terus - terusan menolak proposalku..."

Rachett tahu dia mabuk, tapi puas rasanya bisa menumpahkan semua yang ada di hatinya. Dia meminta tambahan minum pada bartender, yang dibantu dengan senang hati oleh Simmons yang berada di sebelahnya. Sementara Leah sudah menghilang entah kemana.

"Kau marah karena dia tidak percaya padamu kan, Hawthorne?"

"Yeahhhh...." jawab Rachett sambil menelan ceri di atas cocktail yang baru saja disodorkan oleh si bartender.

"Orang sepertinya tidak pantas jadi pemimpin. Dia hanya ingin terlihat bagus di mata pimpinannya dan mengambil semua kredit untuk dirinya sendiri. Dia butuh dipuji..." ucap Simmons sambil melihat keadaan di sekitarnya. Seorang wanita merayunya untuk turun ke lantai dansa, yang ditolaknya dengan sopan.

Rachett hanya merengut dan memainkan cocktailnya. Tapi dia mendengar semua perkataan Simmons, dan mengangguk setuju.

"Kau tidak puas karena dia berusaha menghalangi kerjamu. Menurutku kau pemimpin yang bagus, Rachett. Aku bisa melihatnya selama 6 bulan ini berkerjasama denganmu. Kau punya bakat alami untuk itu".

Rachett menatap pria itu dan nyengir. Simmons membalas cengirannya dengan tawa renyahnya. Oh sial, pikir Rachett, kalau sedang tertawa Simmons sangat tampan. Selama ini dia terlihat sopan dan menahan diri jika sedang berkumpul dengan teman - temannya. Mungkin ini pengaruh minumannya, jadi Rachett buru - buru menenggak cocktailnya. Setelah ini dia akan turun untuk berdansa, dan mengajak Simmons menari bersamanya. Kelihatannya malam ini akan jadi menyenangkan

"Hei, Rachett.."

"Yah, Crowleyyy..."

"Maukah kau menjadi ratuku?"

Rachett bergeming. Dan menatap Simmons dalam - dalam. Apa pria itu sudah sangat mabuk sampai menanyakan pertanyaan yang aneh itu.

"Setahuku Amerika masih dipimpin Obama, dan bukan Ratu Elizabeth," dengus Rachett.

"Bukan Amerika. Tapi, jawablah pertanyaanku Rachett,  kau wanita yang tegas, kuat, tidak takut pada tantangan, dan kau punya bakat alami untuk menjadi pemimpin. Jadi, maukah kau menjadi ratuku?"

Rachett hanya bisa terdiam. Oh, jangan bilang pertanyaan Simmons itu artinya...

"Oh, demi Tuhan, Crowley! Apa kau melamarku untuk jadi istrimu? Apa kau pangeran dari negara entah dimana dan saat ini sedang mencari pasangan?" teriak Rachett histeris. Tidak ada yang akan memperhatikan mereka berdua karena suara di club kencang sekali. Walau bartender yang melayani mereka melihat Rachett dengan pandangan ingin tahu.

"Jawablah pertanyaanku, Rachett."

"Ohhh, aku harus menjawabnya ya, oh, hi hi hi..."

"Tentu saja. Dan aku tidak menerima jawaban "tidak""

"Huh, kau cowok yang sangaaat pemaksa, heh? Baiklah, baiklah, aku akan jadi ratumu. Aku akan jadi penguasa dunia dan menendang bokong si brengsek itu.. oh, hi hi hi.. hiks!" Rachett tidak peduli dengan jawabannya. Efek alkohol mulai membuatnya mabuk dan bicara tidak karuan.

Tapi Simmons sepertinya tidak terpengaruh dengan minumannya, dan setelah mendengar jawaban Rachett, dia menyeringai dan melakukan hal yang tidak Rachett duga.

Crowley mencium pipinya. Well, hanya pipi, pikirnya kecewa. Tapi, berarti apa yang dipikirkan temannya semua benar. Crowley Simmons naksir dia. Rachett hanya bisa mengikik seperti remaja SMA cewek yang sedang melihat pujaannya dari sebelah lapangan basket.

Crowley menyudahi ciumannya yang singkat dan Rachett mendesah kecewa. Sakit kepalanya makin menjadi dan dia merasa sangat mengantuk. Pandangannya mulai kabur, dan Crowley memegangi tubuhnya yang mulai sempoyongan

"Jadi ratumu, eh, Crow? Ya, ya, ya aku akan jadi ratumu, la la la....."

"Sempurna sekali, Rachett. Sempurna", jawab Crowley, tersenyum misterius.

Lalu setelahnya Rachett tidak ingat apapun.

*******

Suara alarm yang sangat nyaring membangunkan Rachett dan membuatnya tersentak. Oh sial, pikirnya, dia akan terlambat. Dan sakit kepalanya tidak tertahankan. Memalukan sekali untuk mabuk- mabukan tadi malam dan bahkan dia sama sekali tidak ketemu dengan Leah. Rachett melihat sekelilingnya, dan menyadari kalau dirinya berada di apartemennya. Mungkin Simmons yang membawanya kesini. Apa mereka..

Rachett melihat pakaiannya yang masih lengkap, dan dia mendesah lega. Akan sangat aneh kalau tadi malam dia dan Simmons berhubungan sex. Hubungan satu malam sama sekali bukan gayanya, dan Rachett juga tidak suka kalau si pria berusaha memanfaatkan keadaan dirinya yang sedang mabuk. Crowley Simmons benar - benar pria yang sopan, dan hanya menciumnya. Itu juga hanya di pipi.

Alarm berbunyi lagi dan Rachett bergegas mencari kopi untuk membuatnya terjaga. Setelah mandi, sarapan seperlunya, dia bergegas memanggil taksi untuk ke kantor. Dia tidak ingin terlambat karena ada meeting dengan direksi, dan tentunya si bos brengsek akan menggunakan semua kesempatan untuk memarahinya lagi.

Untunglah dia tidak terlambat, dan Rachett bergegas ke cubiclenya untuk menyiapkan bahan presentasi. Tapi dia berhenti saat melihat cubicle di sebelahnya kosong melompong. Kemana Crowley Simmons? Dia tidak tiba - tiba resign kan?

"Hai, Leah! Kemana Simmons?"

Leah mendongak dari atas pekerjaannya dan menatap Rachett bingung, "Simmons?"

"Yeah, Simmons. Crowley Simmons."

"Memangnya ada karyawan dengan nama aneh seperti itu di kantor kita, Rach?"

"Apa maksudmu Leah? Crowley Simmons sudah jadi bagian dari tim kita selama 6 bulan. Dia ditransfer dari kantor pusat! Dan hey, kita bertiga baru saja minum - minum tadi malam di club. Apa kau terlalu mabuk sampai bertanya siapa itu Simmons?"

"Dengar dulu, Rach. Tidak ada karyawan bernama Simmons. Cubicle di sebelahmu selama ini kosong. Dan tadi malam, aku langsung pulang ke apartemenku. Kau tidak apa - apa, sweetie?" tanya Leah khawatir.

Rachett bergeming. Tidak pernah ada karyawan bernama Crowley Simmons selama ini. Lalu, siapa yang selama ini ada di sebelahnya? Siapa pria yang tadi malam mengajaknya minum - minum?

Rachett menanyai Leah lagi dan wanita itu cuma menggeleng, dia memandang Rachett khawatir. Orang - orang lain di kantor itu juga tidak mengenal siapa Simmons. Rachett tertegun. Apakah dia mulai gila? Apakah Simmons selama ini hanya ada di bayangannya saja? Kenapa hanya dia yang bisa mengingat seorang Crowley Simmons?

"Rach, apakah kau tidak apa - apa? Kau terlihat pucat, sayang. Siapa Simmons ini sebenarnya? Kau sedang tidak nge-drug kan?"

Rachett menggeleng keras - keras. Dia tidak gila, sialan!  "Leah, aku.."

"Rachett Hawthorne."

Rachett menoleh dan melihat direktur menghampiri cubiclenya. Baru kali ini Rachett melihat direktur datang langsung ke cubiclenya.

"Ya, Sir?"

"Ke ruanganku. Sekarang"

Rachett hanya bisa mengangguk dan berjalan di belakang si direktur. Pikirannya kacau balau. Pertama, tidak ada karyawan bernama Simmons. Dan sekarang direktur memanggilnya. Apa karena masalahnya kemaren dengan si bos brengsek?

Mereka tiba di depan kantor si direktur dan Rachett bisa melihat siapa yang berada di dalam. Seluruh jajaran direksi dan si boss berengsek. Rachett muak melihat wajah wanita itu yang tampak sangat puas.

"Silakan duduk Ms Hawthorne. Kuharap kau tahu kenapa dipanggil ke sini?"

"Terimakasih, Sir. Maaf, sejujurnya saya tidak tahu. Saya ada meeting dengan client hari ini, jadi, ini cukup mengejutkan," jawab Rachett dengan tertawa kecil yang dipaksakan.

Si direktur menatapnya tajam dan hanya mendesah. Orang - orang lain di ruangan itu berbisik, sementara si boss, Dane, menatapnya dengan pandangan licik.

"Kami menerima laporan bahwa kau memanipulasi progress proyek dan menerima suap dari vendor agar barang mereka bisa diterima."

Tubuh Rachett membeku. Memanipulasi? Suap? Dia orang yang sangat jujur dan tak pernah melakukan itu sama sekali.

"Maaf, Sir. Mungkin anda salah mendengar. Tapi saya tidak pernah melakukannya sama sekali."
Sang direktur hanya terdiam mendengar penjelasannya, lalu menekan tuts komputernya. Rachett melihat ke layar dan jantungnya berdegup keras. Terpampang sebuah kontrak yang menyatakan persetujuan kantornya untuk menggunakan barang dari vendor A dengan jumlah yang sangat besar. Melebihi budget proyek selama ini. Dan ada tanda tangannya di akhir kontrak.

Rachett hanya bisa terpana melihat layar, sementara si direktur berkata dengan suara tegas, "Ini bukti yang masuk kepada kami, Ms Hawthorne, dan itu sudah jelas adalah tanda tanganmu. Menjual informasi dan suap adalah hal yang sangat dilarang. Kami tentu akan sedih karena kehilangan orang dengan potensi seperti dirimu, tapi hal seperti ini tidak bisa ditolerir. Kami minta agar kau mengundurkan diri mulai hari ini."

Rachett tidak mendengar apa kata pria itu. Benaknya berputar - putar, menanyakan segalanya. Dan saat dia ingin menyanggah perkataan direkturnya, dia melihat sang boss tersenyum sangat puas.Seketika itu juga Rachett tahu. Ini bukan ulahnya! Ini ulah si jalang brengsek itu. Dia pasti mengutak - atik komputer Rachett dan memalsukan tanda tangannya untuk menyetujui kontrak. Rachett berani taruhan uang suap itu sudah masuk ke dalam kantong bossnya.

Muka Rachett memerah, dan amarahnya tidak terkendali. Dia bergegas menuju ke tempat bosnya yang terlihat sangat puas dan melakukan apa yang selama ini hanya ada di angan - angannya. Rachett memukul wajah si boss keras - keras sampai wanita itu terjatuh dari kursinya.

"Kau.. dasar wanita brengsek! Selama ini aku selalu tahan dengan perlakuanmu di kantor. Tapi ini sudah di luar batas! Kau menyalahgunakan wewenangmu hanya untuk kepentinganmu sendiri!!", teriak Rachett.

Si boss brengsek terkejut dan mulai mengaduh " Dasar wanita gila!! Panggil satpam kemari!!"

"Ohhh, tidak perlu, brengsek!! Aku bisa pergi sendiri, dan mulai hari ini aku mengundurkan diri. Persetan dengan dirimu. Persetan dengan kantor ini. Selamat siang bapak - bapak dan ibu - ibu sekalian!"

Rachett membuka pintu ruangan itu keras - keras dan tak peduli dengan adegan yang ada di belakangnya. Si boss brengsek masih mengaduh dan Rachett menyeringai puas. Persetan dengan semuanya, pikirnya.

Dia lalu bergegas ke cubiclenya, dan mengemasi semua barang - barangnya. Semua orang terkejut mendengar Rachett dipecat, dan tentu saja mereka tak percaya. Leah hanya bisa menangis tersedu - sedu mendengar kabar pemecatan dirinya, dan menawarkan untuk membawa barang - barangnya keluar. Rachett hanya bisa mengangguk setuju dan dengan gontai meninggalkan proyek yang juga jadi ambisinya selama ini.

Sepanjang perjalanan Leah mengamuk dan menyumpahi boss mereka, sementara Rachett hanya terdiam mendengar amukan Leah. Sampai mereka lalu tiba di sebuah taman ria kecil, dan Leah memutuskan untuk bolos saja dari kantor dan mengajak Rachett bermain. Rachett merasa bersyukur ada Leah, karena dirinya mati rasa saat itu.

Mereka lalu bermain - main sampai menjelang sore, sampai Leah mengajaknya ke sebuah tenda. Rachett melihat papan tenda itu yang bertuliskan "Madam Oracle". Dia tidak percaya ramalan, tapi Leah mendesaknya untuk masuk ke dalam, dan tak mau mengecewakan sahabatnya, Rachett pun mengikuti Leah.

Keadaan tenda agak gelap, kecuali tempat di sekitar sang peramal mengatur kartu Tarotnya di atas meja. Leah sangat antusias dan bergegas untuk minta diramal,sementara Rachett melihat sekelilingnya. Tenda itu didekorasi dengan gambar - gambar aneh. Fantasy dan  mitos bukan favoritnya, karena Rachett menganggap dirinya adalah orang yang praktis. Walau begitu dia terkesan melihat gambar - gambar yang menghiasi tenda itu.

Seekor naga terbang di atas langit dengan daratan yang berbentuk aneh. Seekor harimau berada di daratan itu dan terlihat mengaum. Sementara itu di sisi lain ada seekor kura - kura dengan ekor yang aneh meliliti sebuah istana. Ketika Rachett mengamatinya dengan lebih lanjut, ekor kura - kura itu ternyata berbentuk ular bercabang tiga. Lalu, di atas gambar kura - kura, terlihat seekor burung phoenix, kakinya menggenggam semacam plakat dengan tulisan "Arramis".

"Kau mau diramal, Nona?"

Ucapan sang peramal membuyarkan perhatian Rachett yang sedang mengamati lukisan di tenda. Rachett memandang sang peramal, dan Leah yang terlihat berseri - seri. Mungkin hasil ramalannya bagus. 

"Oke. Silakan ramal aku sepuasnya."

Sang peramal menyusun kartu demi kartu, sementara Rachett memperhatikannya dengan bosan. Sampai sang peramal mengeluarkan kartu "The Empress", Rachett mendadak teringat malam sebelumnya dan ucapan terakhir Crowley

"Maukah kau menjadi ratuku?"

Rachett menatap sang peramal dengan tak percaya. Kemarin Crowley, dan saat ini di tenda sang peramal mengeluarkan kartu yang berarti "Ratu".

"Apa maksudnya ini?" desak Rachett.

Duarrr!!

"Rach....!!!"

Teriakan Leah yang panik membuat Rachett tak sempat mendengarkan jawaban sang peramal. Ada ledakan di luar tenda, dan orang - orang berteriak.

"Rach, ada bom. Ayo kita keluar!" desak Leah sambil menarik tangan Rachett. Rachett bergegas mengikutinya, hanya untuk mendapati tangannya yang satu lagi dipegang oleh sang peramal. Rachett tak bisa melihat wajahnya, walau dari tangannya dan juga ucapannya saat meramal Leah, peramal itu adalah wanita. Dan untuk ukuran seorang wanita, tangannya sangat kuat.

"Lepaskan aku!"

"Rachett Hawthorne!"

"Kumohon, lepaskan aku!! Kenapa kau tahu namaku?"

"Kau adalah wanita yang dipilih oleh The Knights. Aku bisa melihat simbol Phoenix di wajahmu."

"Simbol apa? Tidak ada apa - apa di wajahku. Lepaskan tanganku sekarang juga. Leah, Leah, bantu aku dong!"

"Kau tidak bisa lari dari takdirmu, Rachett! Jangan lepas tanganmu, atau mereka yang di luar akan membunuhmu!!"

"Leah!!"

Kekuatan peramal itu terlalu kuat dan Leah terpaksa melepaskan tangannya. Rachett terjatuh ke arah peramal itu.Lalu, sesuatu yang aneh terjadi, karena dia sama sekali tidak menimpa tubuh si peramal, alih - alih dirinya tersedot sebuah lubang hitam.

Dan semuanya pun menjadi gelap.

********

"Cari wanita itu."

Sebuah sosok misterius berjalan menyusuri taman ria yang saat itu sedang dalam keadaan kacau. Binatang piaraannya mengendus - endus tanah, seakan mencari sesuatu. Lalu dia mendengking, dan sosok itu melihat ke sebuah tenda.

"Wanita itu ada di tenda yang disana?" tanyanya ke sosok lain yang sekarang berjalan mendekatinya

"Ya, master."

"Madam Oracle? Aku duga ini pasti ada campur tangan dari si Phoenix."

Sosok itu berjalan mendekati tenda, tidak terpengaruh dengan teriakan - teriakan di sekitarnya dan asap yang membumbung tinggi. Urusan di dimensi ini bukan urusannya. Walau banyak orang yang terluka, beberapa mati, karena serangan anak buahnya, dia tak peduli.

Sosok itu masuk ke dalam tenda dan di dalamnya sang peramal sekali lagi menyusun kartu - kartu Tarot.

"Kau terlambat," kata sang peramal.

"Dimana wanita itu? Dimana calon Ratu Astoria selanjutnya?"

"Kau tahu jawabannya, Dietrich. Sang Ratu sudah menuju takdirnya".

Sosok yang dipanggil Dietrich itu melihat ke arah kartu Tarot yang disusun sang peramal, dan melihat kartu "The Empress". Dia bersiul dan sesaat kemudian semua anak buahnya berkumpul di belakangnya. Suasana tenda itu semakin terasa gelap dan jahat, tapi sang peramal sama sekali tidak terpengaruh.

"Kali ini sang Phoenix boleh berada satu langkah di depan kami. Tapi selanjutnya, kami akan membunuh calon Ratunya yang berharga itu. Sampaikan ini kepadanya, wahai Saphira Crux. Minneas tidak akan berhenti sampai Astoria hancur dengan tanah!"

Lalu sosok - sosok itu pergi dan sang peramal tinggal sendirian di dalam tenda yang kemudian menghilang, seolah tak pernah ada di tempat itu sebelumnya.

Her Majesty Lost: Prologue





Prologue

Arramis, Rabu

 “Akan kubunuh pria sialan itu!”

Rachett terus berteriak sementara dirinya terjun bebas dengan kecepatan yang mengkhawatirkan ke tanah. Tidak ada parasut, tidak ada trampoline di bawah (hey, siapa tahu ada!), dan buruknya.. Rachett tidak tahu dia ada dimana. Semuanya terasa asing. Semenit yang lalu dia berada di sebuah pasar malam di Manhattan dimana terjadi serangan teroris, dan semenit kemudian semuanya gelap.

Sekarang dia berada di tempat terkutuk ini, terjun bebas dengan kemungkinan tubuhnya akan remuk redam!!!

“Ini tidak adil”, pikir Rachett. “Aku masih 27 tahun, karirku akan menanjak, seandainya bos brengsek itu tidak mengacaukan segalanya. Dan lihatlah aku sekarang, terdampar di tempat asing, dengan binatang – binatang yang aneh.. tunggu, apa itu burung elang? Kenapa besar sekali? Apa dia akan memakanku? Arghh.. kenapa ini semua bisa terjadi?”

Ini semua… ya.. ini semua karena pria sialan itu!

Crowley Simmons!!!

Her Majesty Lost, an introduction



Sinopsis:

Selamat datang di Arramis! Sebuah dunia dimana makhluk - makhluk yang hanya ada dalam mimpimu hidup dan sihir mengambil alih ketika pedang tak bisa memenangkan peperangan... Rachett Hawthorne hanyalah seorang pegawai kantoran biasa yang ambisius, hanya untuk mendapati bahwa impiannya hancur dalam sehari karena bosnya yang brengsek. Seolah tidak lebih buruk lagi, dirinya mendadak tersedot ke dimensi lain bernama Arramis dan harus menghadapi takdirnya yang baru. Menjadi ratu dan mempertahankan Astoria dari serangan negara musuhnya, Minneas. Semuanya karena dia menerima permintaan yang aneh dari kolega di kantornya yang juga sama anehnya. Pria aneh bernama Crowley Simmons yang memintanya untuk menjadi Ratu Astoria. Bingung, marah dan tak tahu apapun tentang memimpin kerajaan, Rachett terpaksa menggantungkan diri pada Crowley. Sementara banyak pihak mengincar nyawanya... Hanya satu yang ada dalam pikiran Rachett. Jangan percaya pada siapapun. Copyright by Narisa, all rights reserved. Please don't plagiarize my story.


Status: On Going

Bab:

Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4